Sabtu, 18 Juni 2011

askep anemia

ASKEP ANEMIA

       I.            Anatomi fisiologi



1.      Sel darah merah
      Sel darah merah berbentuk piringan pipih yang menyerupai donat. 45% darah tersusun atas sel darah merah yang dihasilkan di sumsum tulang. Dalam setiap 1 cm kubik darah terdapat 5,5 juta sel. Jumlah sel darah merah yang diproduksi setiap hari mencapai 200.000 biliun, rata-rata umurnya hanya 120 hari. Semakin tua semakin rapuh, kehilangan bentuk, dan ukurannya menyusut menjadi sepertiga ukuran mula-mula.
      Sel darah merah mengandung hemoglobin yang kaya akan zat besi. Warnanya yang merah cerah disebabkan oleh oksigen yang diserap dari paru-paru. Pada saat darah mengalir ke seluruh tubuh, hemoglobin melepaskan oksigen ke sel dan mengikat karbon dioksida.
      Sel darah merah yang tua akhirnya akan pecah menjadi partikel-partikel kecil di dalam hati dan limpa. Sebagian besar sel yang tua dihancurkan oleh limpa dan yang lolos dihancurkan oleh hati. Hati menyimpan kandungan zat besi dari hemoglobin yang kemudian diangkut oleh darah ke sumsum tulang untuk membentuk sel darah merah yang baru.
      Persediaan sel darah merah di dalam tubuh diperbarui setiap empat bulan sekali.
Kelompok umur
Kadar Hb g/100ml
6 bulan-6 tahun
11
6 tahun-14 tahun
12
Laki- laki dewasa
13
Wanita dewasa tidak hamil
12
Wanita hamil
11








2.      Sumsum tulang
      adalah jaringan lunak yang ditemukan pada rongga interior tulang yang merupakan tempat produksi sebagian besar sel darah baru. Ada dua jenis sumsum tulang:
a.       sumsum merah, dikenal juga sebagai jaringan myeloid. Sel darah merah, keping darah, dan sebagian besar sel darah putih dihasilkan dari sumsum merah.
b.      sumsum kuning. Sumsum kuning menghasilkan sel darah putih dan warnanya ditimbulkan oleh sel-sel lemak yang banyak dikandungnya.
      Kedua tipe sumsum tulang tersebut mengandung banyak pembuluh dan kapiler darah.
      Sewaktu lahir, semua sumsum tulang adalah sumsum merah. Seiring dengan pertumbuhan, semakin banyak yang berubah menjadi sumsum kuning. Orang dewasa memiliki rata-rata 2,6 kg sumsum tulang yang sekitar setengahnya adalah sumsum merah. Sumsum merah ditemukan terutama pada tulang pipih seperti tulang pinggul, tulang dada, tengkorak, tulang rusuk, tulang punggung, tulang belikat, dan pada bagian lunak di ujung tulang panjang femur dan humerus. Sumsum kuning ditemukan pada rongga interior bagian tengah tulang panjang.
Pada keadaan sewaktu tubuh kehilangan darah yang sangat banyak, sumsum kuning dapat diubah kembali menjadi sumsum merah untuk meningkatkan produksi sel darah.



    II.            Pengertian

Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar Hb dan/atau hitung eritrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41 % pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht <37 % pada wanita. (Arif Mansjoer,dkk. 2001)
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah. (Ngastiyah, 1997)
 III.            Etiologi
    1. Perdarahan
    2. Kekurangan gizi seperti : zat besi, vitamin B12, vitamin C, dan asam folat. (Barbara C. Long, 1996 )
    3. Penyakit kronik, seperti gagal ginjal, abses paru, bronkiektasis, empiema, dll.
    4. Kelainan darah
5.      Ketidaksanggupan sum-sum tulang membentuk sel-sel darah. (Arif Mansjoer, 2001)
6.      Hemolisis (eritrosit mudah pecah)


 IV.            Klasifikasi
Secara patofisiologi anemia terdiri dari :
1.      Penurunan produksi : anemia defisiensi, anemia aplastik.
2.      Peningkatan penghancuran : anemia karena perdarahan, anemia hemolitik.

Secara umum anemia dikelompokan menjadi :
1.      Anemia mikrositik hipokrom
a.       Anemia defisiensi besi
Untuk membuat sel darah merah diperlukan zat besi (Fe). Kebutuhan Fe sekitar 20 mg/hari, dan hanya kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 mg, kira-kira 50 mg/kg BB pada pria dan 35 mg/kg BB pada wanita. Anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Di Indonesia banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang (ankilostomiasis), inipun tidak akan menyebabkan anemia bila tidak disertai malnutrisi. Anemia jenis ini dapat pula disebabkan karena :
Ø  Diet yang tidak mencukupi
Ø  Absorpsi yang menurun
Ø  Kebutuhan yang meningkat pada wanita hamil dan menyusui
Ø  Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi, donor darah
Ø  Hemoglobinuria
Ø  Penyimpanan besi yang berkurang, seperti pada hemosiderosis paru.
b.      Anemia penyakit kronik
Anemia ini dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with reticuloendothelial siderosis. Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi seperti infeksi ginjal, paru ( abses, empiema, dll ).
2.      Anemia makrositik
a.      Anemia Pernisiosa
Anemia yang terjadi karena kekurangan vitamin B12 akibat faktor intrinsik karena gangguan absorsi yang merupakan penyakit herediter autoimun maupun faktor ekstrinsik karena kekurangan asupan vitamin B12.
b.      Anemia defisiensi asam folat
Anemia ini umumnya berhubungan dengan malnutrisi, namun penurunan absorpsi asam folat jarang ditemukan karena absorpsi terjadi di seluruh saluran cerna. Asam folat terdapat dalam daging, susu, dan daun – daun yang hijau.
3.      Anemia karena perdarahan
a.      Perdarahan akut
Mungkin timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak, sedangkan penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian.

b.      Perdarahan kronik
Pengeluaran darah biasanya sedikit – sedikit sehingga tidak diketahui pasien. Penyebab yang sering antara lain ulkus peptikum, menometroragi, perdarahan saluran cerna, dan epistaksis.

4.      Anemia hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah ( normal 120 hari ), baik sementara atau terus menerus. Anemia ini disebabkan karena kelainan membran, kelainan glikolisis, kelainan enzim, ganguan sistem imun, infeksi, hipersplenisme, dan luka bakar. Biasanya pasien ikterus dan splenomegali.

5.      Anemia aplastik
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah. Penyebabnya bisa kongenital, idiopatik, kemoterapi, radioterapi, toksin, dll.

    V.            Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.





Anemia
viskositas darah menurun
resistensi aliran darah perifer
penurunan transport O2 ke jaringan
hipoksia, pucat, lemah
beban jantung meningkat
kerja jantung meningkat
gagal jantung

 VI.            Tanda dan Gejala
1.      Lemah, letih, lesu dan lelah
2.      Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
3.      Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat.
4.      Pucat, cepat lelah, keringat dingin, takikardi, hypotensi, palpitasi.
5.      Takipnea (saat latihan fisik), perubahan kulit dan mukosa
6.      Anorexia, diare, ikterik sering dijumpai pada pasien anemia pernisiosa
VII.            Komplikasi
1.       Gagal jantung,
2.      Parestisia
3.      Kejang.
4.      Jika anemia yang terjadi akibat defisiensi B12, secara bersamaan juga bisa terjadi kerusakan saraf dan gangguan fungsi otak. Karena Vitamin B12 juga dibutuhkan untuk kesehatan saraf dan fungsi otak.
5.      Merasa cepat lelah saat bekerja se1 hingga produktivitas juga menurun.
6.      Anemia pada kehamilan dapat memberikan komplikasi
a.        pada ibu berupa ; abortus,kelahiran prematur,waktu bersalin yang berkepanjangan/lama,pendarahan persalinan,shock,gagal jantung
b.       Pada anak beruoa ; prematur,kematian janin,cacat bawaan,cadangan besi yang kurang
7.       Komplikasi anemia pada anak dapat berupa penurunan kecerdasan, terganggunya perkembangan koordinasi mental maupun motorik serta mempengaruhi emosi bayi sehingga lebih penakut, ragu- ragu. Dan bila tidak diindahkan kelainan ini bisa bersifat irreversible.
8.      Mudah  batuk-pilek, flu, atau  terkena infeksi saluran napas

                                                                                       
VIII.            Faktor resiko
1.      Diet kurang. Akibat konsumsi zat besi atau vitamin yang kurang, tubuh rentan mengalami anemia.
2.      Gangguan saluran pencernaan. Penyerapan makanan di dalam usus halos terganggu, akibatnya tubuh kekurangan unsur pembentuk hemoglobin.
3.      Menstruasi. Jika seorang wanita mengalami perdarahan lebih dari normal (dalam frekuensi atau jumlahnya).
4.      Kehamilan. Waktu hamil, simpanan besi di dalam tubuh tidak sebanding dengan terjadinya peningkatan cairan di dalam darah. Bisa disebut darah menjadi encer, sehingga terjadi anemia. Selain itu sel darah merah juga dipergunakan untuk pertumbuhan janin, padahal produksinya tetap.
5.      Riwayat keluarga. Jika salah satu anggota keluarga pernah menderita anemia, maka risiko anggota keluarga yang lain akan meningkat.
6.      Penyakit kronis. Misalnya kanker atau gagal ginjal. Luka pada saluran term dalam jangka waktu lama juga bisa mengakibatkan perdarahan dalam jangka waktu lama, hinnya anemia.


 IX.            Pemeriksaan diagnostik
1.      Pada pemeriksaan laboratorium ditemui :
a.      Jumlah Hb lebih rendah dari normal ( 12 – 14 g/dl )
    1. Kadar Ht menurun ( normal 37% - 41% )
    2. Peningkatan bilirubin total ( pada anemia hemolitik )
    3. Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi
    4. Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak ( pada anemia aplastik )

2.      Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-binding capacity serum
3.      LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
4.      SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik).
5.      Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik)
Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
6.      Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam hidroklorik bebas (AP).

    X.            Penatalaksanaan
1.       Medikamentosa
        Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal. Asam askorbat 100 mg/15 mg besi elemental (untuk meningkatkan absorbsi besi).2 Transfusi darah bila hb < 5 gr/dl dan disertai dengan keadaan umum buruk.
2.      Bedah
        Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum Meckel.
3.      Suportif
        Makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).
4.      Terapi yang Dilakukan
a.       Anemia aplastik:
·         Transplantasi sumsum tulang
·         Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
b.      Anemia pada penyakit ginjal
·         Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
·         Ketersediaan eritropoetin rekombinan
c.       Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
d.      Anemia pada defisiensi besi
·         Dicari penyebab defisiensi besi
·         Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat ferosus.
e.       Anemia megaloblastik
·         Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
·         Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
·         Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.


ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
1.       Aktivitas / istirahat
      Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak. Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.

2.      Sirkulasi
      Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi). Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).


3.      Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan transfusi darah.
Tanda : depresi.

4.      Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.

5.      Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).

6.      Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).

7.      Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)

8.      Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.

9.       Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik).

10.  Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.
B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
4.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
5.      Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.
6.      Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.
7.      Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.



 C. Perencanaan
No
Diagnosa
Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Rencana Tindakan
Rasional
1.
Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)
Tujuan :
Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil :
·         mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
·         meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.
1.      Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien

2.      Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur perawatan luka
3.      Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat
4.      Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam.
5.      Tingkatkan masukkan cairan adekuat.

6.      Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan


7.      Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.
8.      Amati eritema/cairan luka.

9.      Ambil specimen untuk kultur sensitivitas sesuai indikasi (kolaborasi)
10.  Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik (kolaborasi).
1.      mencegah kontaminasi silang kolonisasi bacterial. Catatan :  pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit

2.      menurunkan risiko kolonisasi infeksi bakteri.

3.      menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi

4.      meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
5.      membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
6.      membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu.




7.      adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.

8.      indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.

9.      membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan.
10.  mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local.

2.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.

Tujuan :
kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil
·         menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
·         tidak mengalami tanda mal nutrisi.
·          Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai
1.      Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
2.      Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
3.      Timbang berat badan setiap hari.
4.      Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan.
5.      Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.
6.      Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan,gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.
7.      Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
8.      Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium.

9.      Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi.
1.      mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
2.      mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan makanan
3.      mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
4.      menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
5.      gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.

6.      meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
7.      membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan
8.      meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.

9.      kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.











DAFTAR PUSTAKA
Manjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FK UI : Media Aeskulatius
Haznan. 1987. Compadium Diagnostic dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam. Bandung : Ganesa.
Ngastiyah. 2001. Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
Nursalam, Rekawati, Sri Utami, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta, Medika, 2005
Robins, Dasar-dasar Patologi Penyakit, EBC, 2005
Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta, Medika, 2006
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien. ed.3. EGC : Jakarta



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar