Jumat, 17 Juni 2011

askep trauma kepala


Scan10043
ANATOMI FISIOLOGI TULANG KEPALA

Scan10045Meningen (Selaput Otak)
Selaput yg membungkus otak dan sumsum tulang belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (Cairan Serebro Spinalis).
Terdiri dari:
a.       Duramater (Lapisan sebelah luar)
b.      Arakhnoid (lapisan Sebelah Tengah)
c.       Piamater (Lapisan Sebelah Dalam)


PENGERTIAN
Cedera kepala adalah Suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai / tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas jaringan otak.
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
1.      Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
a.       Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
-          Gegar kepala ringan
-           Memar otak
-           Laserasi
b.      Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
-           Hipotensi sistemik
-           Hipoksia
-           Hiperkapnea
-           Udema otak
-           Komplikasi pernapasan
-          infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

2.      Berdasar morfologi :
a.    Fraktura tengkorak.
Kalvaria :
-          Linier atau stelata.
-          Depressed atau non depressed.
Basiler
-           Anterior
-          Media
-          Posterior
b.    Lesi intracranial (Fokal dan difus).
Fokal
1.      Perdarahan meningen
-          Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.
Gejala-gejala yang terjadi :
Penurunan tingkat kesadaran, Nyeri kepala, Muntah, Hemiparesis, Dilatasi pupil ipsilateral, Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler, Penurunan nadi, Peningkatan suhu
-          Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit.
Akut :
ü  Gejala 24 – 48 jam
ü  Sering brhubungan dengan cidera otak dan medulla oblongata.
ü  PTIK meningkat
ü  Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung,
ü  reflek pupil lambat.
Sub akut
ü  Berkembang 7 – 10 hari,
ü  kontosio agak berat,
ü  adanya gejala TIK meningkat 
ü  kesadaran menurun.
Kronis :
ü  Ringan, 2 minggu 3-4 bulan
ü  Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
ü  Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfgia.
-          Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala :
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk
2.      Perdarahan dan laserasi otak :
Perdarahan intraserebral dan atau kontusi. Pengumpulan darah > 25 ml pada parenkimotak. Akibat infressi fraktur, gerakan akselerasi, deselarasi tiba-tiba dan lanjutan kontusio serebri.
Difusa :
-          Konkusi ringan.
-          Konkusi klasik.
-          Cedera aksonal difusa
3.      Berdasar beratnya menurut The Traumatic Coma Data Bank :
Skor Skala Koma Glasgow (GCS).
a.        Ringan
-          GCS 13 – 15
-          Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia (kurang dari 30 menit)
-          Tidak ada fraktur tengkorak
-          Tidak ada kontusio serebral dan hematoma
b.       Sedang
-          GCS 9 – 12
-          Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tapi kurang dari 24 jam
-          Dapat mengalami fraktur tengkorak
c.        Berat
-          GCS 3 – 8
-          Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
PENYEBAB
1.      Peluru yang mengenai kepala
2.      Olahraga tinju
3.      Kecelakaan lalulintas
4.      Akselerasi : terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam
5.      Deselerasi : terjadi jika kepala membentur obyek yang diam
6.      Kompresi atau penekanan
7.      Jatuh yang membuat cedera pada kepala
8.      Kekerasan dalam RT yang membuat cedera pada kepala
FAKTOR RESIKO YANG MEMPERBURUK CEDERA
1.      Lansia dengan hipertensi berat
2.      Pengkonsumsi alkohol berat
3.      Riwayat aneurisme di otak

PATOFISIOLOGI

         Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
patofis-cedera-kepala

Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
           Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

patofis-cedera-kepala2



TANDA DAN GEJALA

1.      Amnesia retrograd lebih nyata Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
2.      Gegar kepala ringan
3.      Memar otak
4.      Laserasi
5.      Hipotensi sistemik
6.      Hipoksia
7.      Hiperkapnea
8.      Udema otak
9.      Komplikai pernapasan
10.  Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
11.  Jika klien sadar ® sakit kepala berat
12.  Muntah proyektil
13.  Papil edema
14.  Kesadaran makin menurun
15.  Perubahan tipe kesadaran
16.  Tekanan darah menurun, bradikardia
17.  Anisokor
18.  Suhu tubuh yng sulit dikendalikan.


PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2.      MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3.      Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
4.      Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5.      X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6.      BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7.      PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8.      CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
9.      ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial
10.  Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial
11.  Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
KOMPLIKASI
1.      Edema pulmonal
2.      Bocornya LCS
3.      Gangguan mobilisasi
4.      Hipovolemia
5.      Kejang
6.      Hiperthermia
7.      Infeksi
8.      SIADH
PENATALAKSANAAN
1.      Konservatif:
-          Bedrest total
-          Pemberian obat-obatan
-          Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
2.      Prioritas Perawatan:
-          Maksimalkan perfusi / fungsi otak
-          Mencegah komplikasi
-          Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
-          Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
-          Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN TRAUMA KEPALA

A.    PENGKAJIAN
a.       Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesalahan, letargi, hemisparase, quadriplegia, ataksia cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastik.
b.      Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (Hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia, distritmia).
c.       Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, Delirium, Agitasi, bingung, depresi dan impulsif.
d.      Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
e.       Makanan/Cairan
Gejala : Mual/muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, dispagia), berkeringat, penurunan berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan.
f.       Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, Amnesia seputar kejadian, Vertigo, Sinkope, tinnitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstrimitas, perubahan pola dalam penglihatan seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia, gangguan pengecapan dan penciuman
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil (respon terhadap cahaya simetris/deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti).
Kehilangan pengindraan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, reflex tendon dalam tidak ada atau lemah, apraksia, quadriplegia, kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh.
g.      Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak dapat beristirahat, merintih.
h.      Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi stridor, tersedak, ronkhi, mengi positif. (kemungkinan adanya aspirasi).
i.        Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
Kulit : laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “raccoon eye” tanda battle disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma), adanya aliran (drainage) dari telinga/hidung (CSS), gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami pralisis, demam dan gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
j.        Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, berbicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartria.
k.      Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Penggunaan alkohol atau obat lain.
Rencana pemulangan : membutuhkan bantuan pada perawatan diri, ambulasi, transportasi, menyiapkan makan, belanja, perawatan, pengobatan, tugas-tugas rumah tangga, perubahan tata ruang, dan pemanfaatan fasilitas lainnya di rumah sakit.






B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah ; edema serebral ; penurunan TD sistemik/hipoksia.
2.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler.
3.      Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
4.      Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.
5.      Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
6.      Nyeri akut berhubungan dengan trauma kepala.
7.      PK infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
8.      Anxietas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang penyakit.
9.      Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
10.  Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif.
11.  Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasional.
12.  Potensial terjadinya peningkatan TIK berhubungan dengan adanya proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah didalam otak.

C. INTERVENSI
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1.
Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b/d gangguan transport O2

DO:
·         Gangguan status mental
·         Perubahan perilaku
·         Perubahan respon motoric
·         Perubahan reaksi pupil
·         Kesulitan menelan
·         Kelemahan atau paralisis ekstrermitas
·         Abnormalitas bicara
Setelah dilakukan asuhan selama____ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral teratasi dengan kriteria hasil:
§  Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
§  Tidak ada ortostatikhipertensi
§  Komunikasi jelas
§  Menunjukkan konsentrasi dan orientasi
§  Pupil seimbang dan reaktif
§  Bebas dari aktivitas kejang
§  Tidak mengalami nyeri kepala
1.      Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab coma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
2.      Monitor GCS dan mencatatnya.
3.      Memonitor tanda-tanda vital.
4.      Evaluasi pupil.
5.      Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan mata dan reaksi reflek babinski.
6.      Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
7.      Monitor intake, dan output : catat turgor kulit, keadaan membran mukosa.
8.      Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang banyak pada kepala.
9.      Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
10.  Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
11.  Bantu pasien jika batuk, muntah.
12.  Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
13.  Palpasi pada pembesaran/pelebaran blader, pertahankan drainage urin secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.
Kolaborasi :
14.  Naikkan kepala pada tempat tidur/bed 15 - 45 derajat sesuai dengan tolenransi/indikasi.
15.  Berikan cairan intra vena sesuai dengan yang dindikasikan.
16.  Berikan Oksigen.
Berikan obat Diuretik contohnya : mannitol, furoscide.
1.      Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2.      Menganalisa tingkat kesadaran dan kemungkinan dari peningkatan TIK dan menentukan lokasi dari lesi.
3.      Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator kebanyakan merupakan tanda penurun difusi lokal vaskularisasi darah serebral.
4.      Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak.
5.      Penurunan reflek penglihatan merupakan tanda dari trauma pons dan medulla. Batuk dan cekukan merupakan reflek dari gangguan medulla.Adanya babinski reflek indikasi adanya injuri pada otak piramidal.
6.      Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan ICP
7.      Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan diabetes insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.
8.      Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage pada vena cerebral dan meningkatkan ICP.
9.      Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan ICP oleh efek rangsangan komulatif
10.  Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah
11.  Aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak/tekanan dalam torak dan tekanan dalam abdomen dimana akitivitas ini dapat meningkatkan tekanan ICP
12.  Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau memberikan reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatakan ICP
13.  Dapat meningkatkan respon automatik yang potensial menaikan ICP.
14.  Peningkatan drainage/aliran vena dari kepala, mengurangi kongesti cerebral dan edema/resiko terjadi ICP
15.  Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menguransi edema cerebral,  peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan ICP.
16.  Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral dan volume darah dan menaikkan ICP.
.
2.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama _____ pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:
§  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed lips)
§  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
§  Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan
1.      Kaji kemampuan batuk dan reproduksi secret.
2.      Pertahankan jalan nafas
3.      Monitor warna, jumlah, konsistensi secret, lakukan kultur.
4.      Lakukan suction bila perlu
5.      Auskultasi bunyi nafas
6.      Lakukan latihan nafas
7.      Berikan oksigen
1.      Hilangnya kemampuan motoric interkosta dan abdomen  berpengaruh terhadap batuk .
2.      Menutup jalan nafas
3.      Hilangnya reflex batuk bersiko menimbulkan pneumonia
4.      Pengambilan secret dan menghindari aspirasi
5.      Mendeteksi adanya secret dalam paru-paaru
6.      Mengembangkan alveola dan menurunkan produksi secret
7.       









DAFTAR PUSTAKA

1.      Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
2.      Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
3.      Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.
4.      Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press


Tidak ada komentar:

Posting Komentar