Sabtu, 18 Juni 2011

askep fibris konflusi

Febris konfulsi (kejang demam)
I.            Anatomi fisiologi
system saraf terdiri dari system saraf pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari cerebellum, medulla oblongata dan pons (batang otak) serta medulla spinalis (sumsum tulang belakang), system saraf tepi (peripheral nervous system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan semua cabang dari medulla spinalis, system saraf gaib (autonomic nervous system) yang terdiri dari sympatis (sistem saraf simpatis) dan parasymphatis (sistem saraf parasimpatis).
Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus oleh selaput otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi struktur saraf terutama terhadap resiko benturan atau guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid dan piamater.
Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari :
1.      Cerebrum (otak besar)
Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior rongga tengkorak di mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan cavum cranialis media.
Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla cerebri. Fungsi dari cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat sensorik, pusat pendengaran / auditorik, pusat penglihatan / visual, pusat pengecap dan pembau serta pusat pemikiran.
Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia alba sehingga tidak berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di dalam daerah medulla cerebri. Pada setiap hemisfer cerebri inilah yang disebut sebagai ganglia basalis.


Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah :
a.       Thalamus
Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls pembau yang langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus terutama penting untuk integrasi semua impuls sensorik. Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri.
b.      Hypothalamus
Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus terdiri dari beberapa nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan fisiologi yang berbeda. Hypothalamus merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi alat demam seperti mengatur metabolisme, alat genital, tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan haus, saraf otonom dan sebagainya. Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi perubahan-perubahan. Seperti pada kasus kejang demam, hypothalamus berperan penting dalam proses tersebut karena fungsinya yang mengatur keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya proses-proses patologik ekstrakranium.
c.       Formation Reticularis
Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak (superior dan pons varoli) ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas cortex cerebri di mana pada daerah formatio reticularis ini terjadi stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan dikirim ke cortex cerebri.
2.      Serebellum
Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa cranial posterior. Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusat koordinasi kontraksi otot rangka.
System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar dari otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis ada 12 pasang :

a.       N. I                  : Nervus Olfaktorius
b.      N. II                : Nervus Optikus
c.       N. III               : Nervus Okulamotorius
d.      N. IV               : Nervus Troklearis
e.       N. V                : Nervus Trigeminus
f.       N. VI               : Nervus Abducen
g.      N. VII             : Nervus Fasialis
h.      N. VIII                        : Nervus Akustikus
i.        N. IX               : Nervus Glossofaringeus
j.        N. X                : Nervus Vagus
k.      N. XI               : Nervus Accesorius
l.        N. XII             : Nervus Hipoglosus.

System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan system saraf otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent. Menurut fungsinya system saraf otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai serat pre dan post ganglionik yaitu system simpatis dan parasimpatis.
Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :
1.      Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya
2.      Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus symphatis
3.      Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion kolateral. System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu :
Serabut saraf yang dicabagkan dari medulla spinalis:
1.      Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batang otak
2.      Serabut saraf yang dicabangkan dari medulla spinalis.






\
II.            Pengertian
      Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan
      Kejang demam Adalah bangkitan kejang yang terjadi kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 380 C yang di sebab proses ekstrakranium). Sering terjadi pada anak umur 6 bulan sampai 4 tahun.
      Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat.
 










III.            Klasifikasi
Secara umum, Kejang Demam dapat dibagi dalam dua jenis yaitu :
1.      Simple febrile seizures (Kejang Demam Sederhana) : kejang menyeluruh yang berlangsung < 15 menit dan tidak berulang dalam 24 jam.
2.       Complex febrile seizures / complex partial seizures (Kejang Demam Kompleks) : kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung > 15 menit, dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).

IV.            Etiologi
      Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.
Konvulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa kehidupan lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh anoksia dan perdarahan serta cacat kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering pada bayi kecil.
Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering adalah infeksi akut (ekstra dan intrakranial). Penyebab yang lebih jarang pada bayi adalah tetani, epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, insufisiensi ginjal, keracunan, asfiksia, perdarahan intrakranial spontan dan trombosis, trauma postnatal,dan lain-lain.
Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut semakin jarang menyebabkan konvulsi, tapi epilepsi idiopatik yang pertama kali tampil sebagai penyebab penting pada tahun ketiga kehidupan, menjadi faktor paling umum. Penyebab lain setelah masa bayi adalah kelainan kongenital otak, sisa kerusakan otak akibat trauma, infeksi, keracunan timbal, tumor otak, glomerulonefritis akut dan kronik, penyakit degeneratif otak tertentu dan menelan obat.
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley and Wong (1995: 1929)
1.      Demam itu sendiri
Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
2.      Efek produk toksik daripada mikroorganisme
3.      Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4.      Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5.      Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofati toksik sepintas.
            Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.


V.            Patofisiologi
Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion lain, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi natrium menurun sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya.
      Dengan perbedaan jenis konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dan ini dapat dirubah dengan adanya :
1.      Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
2.      Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
3.      Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38° C, sedang pada ambang kejang tinggi baru terjadi pada suhu 40° C atau lebih. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagan di bawah ini :
   






 
















VI.            Tanda dan gejala
Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.
1.      Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
2.      Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
3.      Kejang bersifat umum
4.      Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5.      Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6.      Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan
7.      Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
8.      Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh criteria tersebut digolongkan pada epilepsy yang diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan factor pencetus saja.

VII.            Pemeriksaan diagnostic
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :
1.      Darah
Glukosa Darah       :  Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200 mq/dl)
BUN                      :  Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit                :  K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2.         Cairan Cerebo Spinal    :    Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
3.         Skull Ray                      :    Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
4.         Tansiluminasi                :    Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
5.         EEG                              :    Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.
6.         CT Scan                        :    Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras



VIII.            Penatalaksanaan
Medik
Dalam penggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
1.         Membrantas kejang secepat mungkin
           Berikan diazepam secara IV. Setelah suntikan pertama secara IV ditunggu 15menit, bila masih kejang ulangi disuntikan kedua dengan dosis sama IV setelah 15 menit suntikan kedua masih kejang, diberikan suntikan ketiga tetapi secara IM, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehyde 4% IV.
2.         Pengobatan penunjang
Sebelum membrantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya pengobatan penunjang :
a.       Semua pakaian ketat dibuka
b.      Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi lambung
c.        Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen; bila perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi
d.      Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
      Vital sign diawasi secara ketat. Cairan IV sebaiknya diberikan dengan monitoring untuk kelainan metabolic dan elektrolit. Bila terdapat tekanan intracranial meningkat jangan berikan cairan dengan kadar natrium tinggi. Jika suhu meningkat sampai hiperpireksia dilakukan hibernasi dengan seka air hangat. Obat untuk hibernasi adalah klorpromazin 2 – 4 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis; prometazon 4 – 6 mg/KgBB/hari dalam 3 dosis secara injeksi.
Untuk mencegah edema otak diberikan kortikosteroid dengan dosis 20 – 30 mg/KGBB/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya glukokortikoid misalnya deksametason 0.5 – 1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
3.   Memberikan pengobatan rumatan
  Setelah kejang dapat diatasi, harus disusul pengobatan rumatan. Daya kerja diazepam sangat singkat, berkisar antara 45 – 60 menit sesudah disuntikkan; oleh karena itu harus diberikan obat antiepileptic dengan daya kerja lebih lama, misalnya fenobarbital atau defenilhidantoin. Fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti dengan diazepam.
Lanjutan pengobatan rumat tergantung dari pada keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu :
a.       Profilaksis intermitten
      Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, pasien yang menderita kejang demam sederhana diberikan obat campuran antikonvulsan dan antipiretika, yang harus diberikan kepada anak bila menderita demam lagi.

b.      Profilaksis jangka panjang
      Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapuetik yang stabil dan cukup didalam darah pasien untuk mencegah terulangnya kejang dikemudian hari. Ini dapat diberikan pada keadaan :
1)      Epilepsy yang diprovokasi oleh kejang
2)      Yang di sepakati pada consensus bersama (1980) ialah pada semua kejang demam yang mempunyai ciri :
a)      Terdapatnya gangguan perkembangan saraf seperti cerebral palsi retardasi perkembangan dan mikrosefali.
b)       Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau diikuti kelainan saraf yang sementara atau menetap.
c)      Bila terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetic pada orang tua atau saudara kandung.
d)     Pada kasus tertentu yang dianggap perlu yaitu bila kadang – kadang terdapat kejang berulang atau kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 12 bulan.
Obat yang dipergunakan untuk profilaksis jangka panjang ialah :
1.      Fenobarbital
2.      Sodium valproat / asam valproat
3.      Fenitoin (Dilantin)

4.      Mencari dan mengobati penyebab
            Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsy yang diprovokasi oleh demam biasanya adalah infeksirespiratorius bagian atas dan otitis media akut.

KEPERAWATAN
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien kejang demam adalah:
1.      Risiko Terjadi Lerusakan Sel Otak Akibat Kejang
            Setiap kejang menyebabkan kontriksi pembuluh darah sehingga aliran darah tidak lancar dan mengakibatkan peredaran O­2 juga terganggu. Kekurangan O­2 ­ (anoksia) pada otak akan mengakibatkan kerusakan sel otak dan dapat terjadi kelumpuhan sampai retardasi mental bila kerusakannya berat.

2.      Suhu Yang Meningkat Diatas Normal
            Masing-masing pasien mempunyai ambang kejang yang berbeda, tidak selalu dalam keadaan hiperpireksia tetapi yang jelas bahwa pada kejang demam selalu didahului kenaikan suhu sebelum bangkitan kejang terjadi. Pada anak dengan ambang kejang rendah, bila suhu naik menjadi 38 oC atau lebih sedikit saja sudah timbul kejang.
3.      Risiko Terjadi Bahaya/Komplikasi
            Seperti pasien lain yang kejang, akibatnya dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan dengan gigi, akibat terkena benda tajam atau keras yang ada disekitar anak, serta dapat juga terjatuh. Oleh karena itu, setiap anak mendapat serangan kejang harus ada yang mendampinginya.
4.      Gangguan Rasa Aman Dan Nyaman
5.      Kurangnya Pengetahuan Orang Tua Mengenai Penyakit
            Jika pasien telah didiagnosis kejang demam, orangtuanya perlu dijelaskan mengapa anak dapat kejang terutama yang berhubungan denga kenaikan suhu tubuh. Yang perlu dijelaskan ialah:
a.       Harus selalu tersedia obat penurun panas
b.      Agar anak segera diberikan obat antipiretik bila orang tua mengetahui anak mulai demam
c.        Jika terjadi kejang, anak harus di baringkan di tempat yang rata, kepalanya dimiringkan. Buka bajunya dan pasangkan gagang sendok yang telah dibungkus kain / sapu tangan yang bersih dalam mulutnya (sudip lidah)
d.      Apabila terjadi kejang berulang atau kejang terlalu lama segera bawa pasien tersebut ke RS.



IX.            Kompliksasi
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu :
1.      Kerusakan otak
            Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible.
2.      Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.
3.      Terulangnya Kejang
            Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama.
4.      Epilepsi
Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari Epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor :
a.       riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
b.      kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS
c.       kejang berlangsung lama atau kejang fokal. Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas.









5.      Hemiparesis
Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal.
Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang lama.
6.      Kematian
            Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik, tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian KDS 0,46 % s/d 0,74 %.



X.            Pencegahan
1.         Letakkan anak anda di lantai atau tempat tidur dan jauhkan dari benda yang keras atau tajam
2.         Palingkan kepala ke salah satu sisi sehingga saliva (ludah) atau muntah dapat mengalir keluar dari mulut
3.         Jangan menaruh apapun di mulut pasien. Anak anda tidak akan menelan lidahnya sendiri.
4.         Hubungi dokter













ASUHAN KEPERAWATAN


A.    Pengkajian Data Dasar Pasien
1.      Aktivitas/ istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan umum Keterbatasan dalam beraktivitas
Tanda : perubahan tonus dan kekuatan
2.      Sirkulasi
Gejala : iktal : hiertensi, peningkatan nadi, sianosis
Postiktal : depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
3.      Elimnasi
Gejala : inkontinensia episodik
Tanda :
iktal : peningkatan tekanan kandung kemih
Posiktal : inkontenensia urine
4.      Makanan dan cairan
Gejala : sensitivitas terhadap makanan, mual, muntah
Tanda : kerusakan jaringan lunak (cidera selama kejang)
5.      Neurosensori/ kenyamanan
Gejala : riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsang, pusing
Postiktal : kelemahan, nyeri otot, area paralitik
6.      Pernafasan
Gejala : iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun/ cepat, peningkatan sekresi mukus

B.     Diagnosa Yang Mungkin Muncul
1.         Resiko terhadap penghentian pernafasan barhubungan dengan kelemahan dan kehilangan koordinasi otot besar dan kecil
2.         Bersihkan jalan nafas inefektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial dan peningkatan sekresi mukus




DAFTAR PUSTAKA
1.      http://www.askep-askeb.cz.cc/2010/01/kejang-demam.html
2.      http://medlinux.blogspot.com/2007/09/kejang-demam-pada-anak.html
3.      http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-anak-kejang-demam.html
4.      http://astaqauliyah.com/2010/04/referat-kedokteran-patofisiologi-dan-gejala-klinis-kejang-demam/
5.      http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?q=199641513584
6.      http://medicastore.com/penyakit/400/Kejang_Demam_Febrile_Convulsion.html
7.      Ngastiyah, Editor Setiawan S.Kp, Buku Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997
8.      Depkes RI. 1989. Perawatan Bayi Dan Anak. Ed 1. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan.
9.      Lumbantobing,SM.1989.Penatalaksanaan Muthakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI
10.  Sachann, M Rossa. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatric. Jakarta : EGC.
11.  Suriadi, dkk2001. Askep Pada Anak. Jakarta. Pt Fajar Interpratama.
12.  Marillyn, doengoes. 2001. rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC
13.  Sylvia, A. pierce.1999. patofisologi konsep klinis. Proses penyakit. Jakarta : EGC
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar